Proses Masuk dan Berkembangnya Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia

 


Berkembangnya kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara membuat sistem pemerintahan bergerak terhadap perluasan pengaruh dan wilayah kekuasaannya. Adanya persaingan antarkerajaan, terbentuklah aliansi-aliansi terhadap kekuasaan yang lebih kecil yang dinamakan imperium. Sebelum mempelajari kehidupan kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, pelajarilah terlebih dahulu teori-teori tentang proses masuk dan berkembangnya pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia.


1. Teori Masuknya Pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia

Kontak budaya antara India dan Indonesia tampaknya telah terjadi sejak awal abad masehi, hal ini tampak pada bukti arkeolog berupa  gerabah dengan pola hias rolet. Munculnya kerajaan di Jawa Tengah dapat diketahui dari Prasasti Canggal yang diperkirakan berasal dari 732 M/654 S. Dalam prasasti itu terdapat informasi tentang pendirian lingga di Bukit Kunjarakunja di Pulau Jawa yang kaya dengan padi dan tambang emas. Teori yang menjelaskan proses masuknya pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia terdiri atas teori kolonisasi dan arus balik. Teori kolonisasi berusaha menjelaskan bagaimana kebudayaan Hindu dan Buddha masuk ke Indonesia yaitu dengan peran aktif dan besar dari orang India. Sementara orang Indonesia adalah orang yang pasif, hanya menerima saja pengaruh budaya tersebut. Berikut penjelasan teori kolonisasi.


a.Teori Waisya

N.J. Krom lebih menekankan peranan para pedagang India dalam proses munculnya kerajaan Hindu-Buddha di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, yang dikenal dengan teori waisya N.J. Krom. Menurutnya, orang-orang India yang datang ke Indonesia sebagian besar adalah para pedagang. Mereka berdagang dan menetap cukup lama sehingga terjadilah perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi. Pendapat Krom tersebut didasarkan penelahaannya dia pada proses Islamisasi di Indonesia yang dilakukan oleh para pedagang Gujarat. Namun, teori ini memiliki kelemahan, yaitu para pedagang tidak menguasai bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa yang banyak digunakan kerajaan-kerajaan di Indonesia, serta keberadaan kerajaan awal di Indonesia yang banyak terdapat di pedalaman, bukan di pesisir.


b.Teori Ksatria

R.C. Majundar berpendapat bahwa munculnya kerajaan Hindu- Buddha di Indonesia disebabkan oleh peranan kaum ksatria atau para prajurit India. Pendapat bahwa golongan ksatria dari India-lah yang merupakan penyebar kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia dikemukakan oleh C.C. Berg. Menurutnya pada abad II - V Masehi Kepulauan Nusantara kedatangan para petualang-petualang asal India (para ksatria). Para petualang asal India tersebut terlibat dalam konflik perebutan kekuasaan dan pengaruh antara suku-suku yang ada di Kepulauan Nusantara. Ketika kelompok yang dibantunya mengalami kemenangan, para petualang itu dianggap pahlawan, dan sebagai imbalannya, para petualang itu dinikahkan dengan putri dari kepala suku tersebut. Teori yang dikemukakan oleh Berg ini didasarkan dari kisah Panji yang terdapat dalam masyarakat Jawa. Namun, sampai saat ini belum ada bukti kuat lainnya yang mendukung teori ini.

Pendapat lainnya disampaikan oleh J.L. Moens. Ia mendasarkan teorinya dengan mengaitkan bagaimana proses terbentuknya kerajaan di Indonesia pada awal abad V dengan situasi yang terjadi di India pada abad yang sama. Pada abad V, kerajaan-kerajaan di India Selatan banyak mengalami keruntuhan, mereka kemudian melarikan diri ke Kepulauan Nusantara dan mendirikan kerajaan di Kepulauan Nusantara. Golongan yang melarikan diri dari India tersebut adalah golongan ksatria. Mookerji mengatakan bahwa golongan ksatria (tentara) dari India yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia, karena masyarakat di Indonesia, belum memiliki sistem kerajaan. Kelemahan dari teori ini adalah para ksatria tidak mengusai bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa serta tidak ditemukannnya jayaprasasti sebagai bukti penaklukan. Namun, teori ini memiliki kekuatan yaitu jiwa petualang banyak dimiliki oleh para ksatria.


c. Teori Brahmana

J.C. van Leur mengatakan bahwa kebudayaan India masuk ke Indonesia melalui golongan brahmana. Pendapatnya didasarkan pada pengamatan sisa peninggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia terutama pada penggunaan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. Sementara itu yang memegang peranan penting dalam proses upacara keagamaan serta yang menguasai bahasa Sanskerta serta huruf Pallawa adalah kaum brahmana, bukan ksatria atau pun waisya. 

F.D.K. Bosch melakukan kritik terhadap teori kolonisasi. Kritikannya, antara lain sebagai berikut.

  1. Jika dilihat dari segi arkeologi (peninggalan kuno), teori kolonisasi tidak mempunyai bukti yang kuat. Bukti tertua di Indonesia tidak menyebutkan keberadaan orang India sebagai orang yang mendirikan kerajaan tersebut. Di India sendiri pun tidak ditemukan bukti-bukti yang menyebutkan penjelajahan para petualang India di Indonesia serta tidak ada prasasti yang menunjukkan ditaklukannya daerah Nusantara oleh bangsa India (jayaprasasti)
  2. Terdapat perbedaan antara candi-candi yang ada di Indonesia dengan candi-candi yang ada di India. Seharusnya jika teori kolonisasi benar dan yang memahat candi itu adalah orang India, profil di relief pun pasti adalah orang India.
  3. Tingkatan kasta yang ada di Indonesia berbeda dengan tingkatan kasta yang ada di India.
  4. Dilihat dari sudut bahasa, jika teori Brahmana benar, seharusnya bahasa yang digunakan masyarakat Indonesia pada zaman kuno adalah bahasa yang digunakan oleh kebanyakan orang India, bukan bahasa Sanskerta yang lebih banyak dikuasai oleh kaum brahmana.


ED.K. Bosch lebih menekankan pada orang Indonesia sendiri yang telah belajar agama Hindu-Buddha di India. Kemudian, mereka kembali dan menyebarkan sendiri ke masyarakat Indonesia. Teorinya dikenal dengan Teori Arus Balik. Teori ini menyatakan bahwa yang pertama kali datang ke Indonesia adalah mereka yang memiliki semangat untuk menyebarkan Hindu-Buddha, yaitu para brahmana, kaum rohaniawan, ahli filsafat yang sampai ke ndonesia dengan mengikuti jalur perdagangan. Mereka menyebarkan ajarannya dan membuat para raja serta rakyat banyak yang memeluk ajarannya tersebut. Pada perkembangan selanjutnya banyak orang Indonesia yang pergi ke India untuk berziarah dan belajar agama Hindu-Buddha di India. Sekembalinya ke Indonesia, merekalah yang mengajarkannya pada masyarakat Indonesia yang lain. Bukti-bukti

dari pendapat tersebut adalah adanya Prasasti Nalanda. Dalam Prasasti Nalanda disebutkan Raja Sriwijaya yaitu Balaputradewa meminta raja di India untuk membangun wihara di Nalanda, dan permohonan itu dikabulkan. Wihara itu diperuntukan sebagai tempat tinggal dan belajarnya para pelajar dari Sriwijaya di India.


2. Warisan Budaya yang Masih Ada Sampai Sekarang

Beberapa peninggalan dari masa Hindu-Buddha masih hidup dalam kehidupan modern, misalnya:

  • Upacara Ngaben di Bali (berasal dari tradisi pembakaran jenazah ala Hindu).
  • Wayang Kulit – menggunakan cerita dari Mahabharata dan Ramayana.
  • Arsitektur Tradisional Bali dan Jawa Tengah yang masih terpengaruh gaya candi.
  • Kalender Pawukon di Bali – sistem penanggalan warisan masa lalu.


Post a Comment

0 Comments